Sabtu, 11 Desember 2010

Menulis (bagian kedua)


Kwork... kwork... kwork... kwork....
Saya harap anda tidak salah persepsi. Yang saya maksud dengan kata "kwork" diatas adalah suara kodok. Nah, sekarang gambaran kita sama tentang kata "kwork" di atas, itu adalah suara kodok. Bukan kodok biasa, namun kodok handphone seri 16 sekian saya yang berbunyi. Pertanda bahwa sms datang.
Akan saya beberkan isinya kurang lebih begini, "akh, antum masih aktif nggak blognya? Ane minta dong alamatnya." Baik, terus terang saja isi sms ini saya modifikasi sedikit dari aslinya, agar saya terlihat populer. Saya rasa tidak masalah, pasti sahabat saya ini sangat mengerti.
Saya tidak menyangka masih ada yang memberi perhatian tentang blog. Ini bagus untuk saya. Tetapi lebih dari itu, kata sahabat saya ini bahwa ini adalah tentang menulis. Aktifnya blog saya, itu artinya saya didorong untuk terus menulis.
Saya jadi teringat, sekitar sembilan bulan yang lalu, tulisan terakhir saya di blog adalah tentang menulis. Bahkan judulnya pun ditambah dengan kata "bagian pertama", yang artinya masih bersambung. Intinya mengajak diri saya untuk mencoba terus menulis. Saya pun yakin, bahwa menulis itu memiliki manfaat tersendiri. Kita menulis, artinya kita banyak membaca. Semua kita baca, baik buku atau lingkungan kita. Di sanalah kita mulai menggunakan akal pikiran dan perasaan kita. Mengamati sekitar, kemudian mengambil hikmah. Mengungkapkan, menuangkan apa yang terserak di dada agar ada pelajaran yang dapat dipetik dari sana. Syukur-syukur merupakan jalan kebaikan bagi penulis. Yah, begitulah kurang lebih sedikit, tentang menulis.
....

Selamat datang di dunia anomali. Dunia monoton, yang dengan memejamkan mata anda sudah mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa mengindahkan prosedur yang ada. Semoga saja saya tidak anomali, walaupun terkadang saya merasa demikian.
Sejak lulus kuliah, kemudian bekerja, ternyata saya harus kembali beradaptasi, menata lagi segala sesuatunya. Kebiasaan membaca menyusut, kajian yang dulu paling tidak seminggu sekali menjadi sangat berkurang. Masih mending bagi yang ngelanjutin sekolah, syukuri kawan-kawan, sekolah itu asik. Biar orang berkata apa, bagaimanapun ilmu itu penting. Gak bohong juga sih, punya duit juga enak.
Mari kita lihat orang-orang besar disekitar kita. Baik itu tokoh agama, politik, sosial, dan budaya. Sibuk, Agenda menumpuk, tetap membaca, memimpin keluarga, memimpin masyarakat, problematika sehari-hari yang harus diselesaikan, mampu menulis bahkan banyak buku, uang cukup, dan sepertinya mereka tidak anomali.
....

Pasti ada manfaatnya... (by. M.A.P)

Namrud (part 1)


Namrud. Pemuda itu sangat tampan. tidak seperti yang digambarkan sebaliknya pada vcd-vcd kisah Ibrahim. Namrud sang raja Babilonia, yang mengklaim bahwa dirinya Tuhan, pada masa mudanya dia juga dikenal cerdas. Gambaran lebih mudahnya begini: berkuasa, cerdas, tampan, dambaan setiap wanita tentunya (kurang-lebih, seperti keinginan pria kebanyakan).
Lalu siapa pasangan dari pria dambaan, yang begitu sempurna pada pandangan kita secara fisik ini? Ya, seratus bagi anda yang pernah tahu tentang fakta ini, Ibunya.
Mari kita ambil point. Seorang pemuda, cerdas, tampan, penguasa pada masanya, memilih Ibunya sebagai pasangan, ditambah lagi dengan, penetapan dirinya bahwa dialah Tuhan. Hebat???? Hmmmm....
(by: M.A.P)

Kamis, 04 Maret 2010

Menulis, bagian pertama.



Mawar harum, gemerlap bintang-bintang
Assalamua'alaikum, saya datang

Bintang kejora, bulan nan indah disana
Hai apa kabar semua, saya menyapa

Saya memang sedang mencoba suasana yang baru. Mencoba mengawali tulisan saya dengan pantun. Tampaknya menarik kalau saya coba. Entah dengan anda, yang sempat membaca tulisan ini, tapi bagi saya hal ini menimbulkan rasa yang berbeda. Yah, menimbulkan gairah baru untuk menulis di blog saya ini paling tidak. Dan seingat saya, dari acara yang pernah saya tonton, untuk acara apa dan kapan, siapa narasumbernya saya lupa, ternyata budaya bercakap yang diawali dengan pantun merupakan budaya yang hilang di Indonesia.
Tapi bukan masalah pantun yang akan saya bahas dalam tulisan ini. Yang ingin saya bahas dalam tulisan ini adalah tentang menulis. Bagi saya pribadi, setelah mencoba aktif menulis di blog, begitu saya menyelesaikan tulisan saya, ada rasa kepuasan tersendiri. Mungkin bagi anda yang pernah mencoba permainan atau apapun yang memacu adrenalin, kurang lebih seperti itulah yang saya rasa. Seperti bermain roller coster pada kali pertama, maka ada rasa tegang, penasaran, berdebar-debar, dan begitu selesai dengan permainan itu maka kita ingin mengulangnya terus dan terus. Atau mencoba terjun ke sungai dari tebing setinggi empat meter, dan ini adalah pengalaman anda yang pertama, maka saat anda berani melakukannya, anda akan mencobanya lagi berulang-ulang.
Menulis sebenarnya bukan hal baru bagi saya. Dan saya yakin juga bagi anda. kita sudah dilatih mengarang sejak duduk di sekolah dasar. Semakin dengan berkembangnya zaman maka kita tidak bisa lepas dari yang namanya sms, menulis status di facebook, ataupun twitter, ini berarti menulis bukan hal baru bagi kita.
Qomarudin Hidayat, dalam bukunya Memaknai Jejak-jejak Kehidupan menuliskan, kurang lebih demikian, bahwa kita bangsa Indonesia terlalu biasa dengan budaya melihat dan mendengar, bukan dengan budaya tulis dan baca. Sehingga infotainment menjadi lebih menarik. Acara-acara televisi seperti sinetron, atau film televisi, yang cerita dan alurnya hampir semuanya mirip namun hanya dikemas dengan setting dan tokoh yang berbeda tetap digemari.
Budaya baca menjadi berkurang karena kita lebih suka di depan televisi. membaca saja tidak apalagi menulis. Padahal menulis adalah budaya orang-orang besar. Seseorang ingin menjadi sarjana dia harus menulis. Apalagi ingin menjadi Profesor ataupun Doktor, semuanya harus dengan menulis.

Fulan mencoba, tiada salahnya
sampai jumpa, ini bukan akhirnya

Pedagang ambil untung, biar laba
tulisan ini masih bersambung, Wassalamualaikum sampai jumpa.

Senin, 22 Februari 2010

Hutang, Oh Hutang


Hutang, oh hutang. Manusia memang tidak pernah terlepas dari hutang. Mungkin memang suatu fitrah dari Tuhan semesta alam. Tulisan ini terlepas dari hutang pribadi penulis. Tapi jika memang ingin membahas masalah hutang saya, sangat tidak menarik pastinya. karena memang tidak seberapa.
Tapi lain ceritanya dengan hutang seorang nasabah bmt tempat saya bekerja. Hebat, Rp.700.000,- di PKK tempat Ibu ini tinggal, Rp.300.000,- di koperasi, kewajiban angsuran di bmt saya masih tersisa Rp.350.000,- dan masih ditambah hutang kepada "bank plecit" yang harus dibayar perhari yang cicilannya mulai dari hari senin sampai sabtu tanpa jeda. Wah, benar-benar hebat. Mungkin perkiraan saya Ibu ini memiliki hutang sebesar Rp.1.500.000,- bisa lebih karena ditambah bunga dan mungkin denda keterlambatan (kecuali BMT saya, tanpa denda tunggakan), dengan kondisi pekerjaan suami yang buruh. dan Ibu ini sendiri juga tidak memiliki usaha sampingan, karena saya mendapat informasi dia baru saja pulang dari Jakarta untuk bekerja sebagai pembantu kurang lebih seminggu yang lalu. Ibu ini bernama Sian (nama samaran). Saya mendapat semua informasi ini dari Ibunya yang membuka warung makan, kita sebut saja Ibu Rus. Dan ingat yang kita bahas adalah hutang. Mungkin kurang lebih hutang dan manusia. Yah, itulah maksudnya, silahkan anda apresiasi sesuai dengan ekspresi masing-masing.
Mentalitas orang miskin itu (walaupun mungkin kenyataannya dia berduit), adalah spend. Dia gunakan uangnya yang mungkin dari hasil hutang untuk keperluannya sehari-hari. Tanpa menghitung-hitung dan menimbang tentang kewajibannya. Maksud kewajiban disini bila uang itu memang hasil hutang tentu harus mengembalikan, dan tentu saja kewajiban sosial yang memang harus dipenuhi oleh setiap orang.
Lain dengan mental orang kaya. Mental orang kaya itu Invest. Dia gunakan income-nya untuk membeli assets yang kemudian dijadikan income kembali begitu seterusnya, kemudian baru dia bagi-bagi lagi untuk keperluan selanjutnya.
....

Tentang Mentalitas orang miskin dan kaya, saya mendapatkannya di acara seminar semalam. Sungguh hari yang luar biasa, hingga saya benar-benar merasa yakin bahwa hutang adalah fitrah hidup. Tapi juga membuat saya semakin mengerti ini adalah kewajiban yang harus diatur. Jika hutang tidak diatur maka dia akan melilit seperti anaconda, yang akan meremukkan tulang kita perlahan-lahan, dan setelahnya menelan kita bulat-bulat. karena jika kita pintar maka hutang dapat menjadi jalan yang baik.
Seperti cerita dari narasumber seminar semalam, Bapak Heppy Trenggono. Pengusaha yang sangat luar biasa yang dengan melihat beliau saya sangat berharap semoga samakin banyak Pengusaha seperti beliau di dunia ini. Tentang masalah hutang dia tidak kalah jago, 62 milyar rupiah (jika saya tulis dengan "Rp", dan angka nol, saya takut keliru menuliskannya) hutang yang harus beliau bayar pada saat itu. Ini tidak lagi mengenai hal hebat seperti cerita Ibu Rus tentang anaknya Ibu Sian untuk cerita bertemakan hutang. Ini cerita yang sangat luar biasa tentang hutang. Gelang-geleng kepala saja tidak cukup untuk hal satu ini. Seperti saya katakan sebelumnya, hutang ini butuh pengaturan. Dan pengaturan ini yang Bapak Heppy lakukan sehingga beliau menjadi pengusaha sukses tanpa hutang. Yah, bukannya tidak hutang, beliau pun bercerita kini masih memiliki hutang namun bukan menjadi masalah yang melilit lagi bagi beliau seperti lilitan anaconda istilah saya.
Hutang oh Hutang. Jika hutang bagaikan anaconda, maka ditangan produser hollywood ular yang satu ini pun menghasilkan lebih banyak keuntungan. (by. M.A.P)

Selasa, 16 Februari 2010

Salah Satu dari Banyak Kisah Pejuang di Dunia




Pagi itu pagi biasa, seperti pagi-pagi yang sebelumnya. Aktivitas kantor pun seperti biasa, banyak nasabah yang menabung, ada juga yang membayar angsurannya, atau sekedar membayar tagihan telpon atau listrik.
Seorang Bapak penarik becak, berkumis tebal, berperawakan sedang-sedang saja, kulitnya agak hitam terbakar terik mentari memasuki ruang kantor tempat ku bekerja. Dengan senyumnya beliau menyapa. Kami pun membalas sapaannya tersebut. Dan kami yang bekerja disini tahu bahwa Bapak ini akan membayar angsurannya.
Pandangan saya tertuju pada beliau. Dengan rona wajah yang cerah Bapak tersebut memberikan kartu angsuran tidak lupa iuran rutinnya yang sudah terselip didalam kartu tersebut. Saya mulai melangkahkan kaki saya untuk menyapa Bapak si tukang becak yang hingga sekarang saya tidak tahu nama beliau. Yah, memang bukan pelayanan konsumen yang baik.
"Sugeng Pak", sapa saya. Bapak tadi hanya membalas ucapan saya dengan senyum bibirnya yang tertutup oleh sedikit kumis tebalnya. Saya memulai pembicaraan, begitulah kejadiannya. kejadian yang sudah agak lama, mungkin dua atau tiga bulan lalu. hingga saya tidak ingat awal dan akhirnya. hingga saya ketahui Bahwa Bapak tukang becak ini, telah memiliki anak yang sukses di bidangnya masing-masing. Sukses melebihi status Bapaknya yang tukang becak. Saya tidak menyebut Bapak tukang becak ini tidak sukses, nyatanya kesuksesan itu beliau miliki sekarang melalui anak-anaknya. Kesuksesan yang diraih dengan kerja keras pantang menyerah untuk hidup lebih baik, lebih bernmanfaat, walaupun melalui kayuhan hari demi hari di atas roda becaknya. Kegigihan yang tidak akan pernah saya mengerti sebagai anak muda.
Satu hal penting yang slalu saya ingat dari perkataan beliau, "saya selalu berpesan kepada anak saya, saat masih anak-anak dan hidup bersama orang tua, kamu harus mau prihatin dalam mencari ilmu. Nanti setelah selesai mencari ilmu kamu harus prihatin untuk mencari tempat dimana kamu mengamalkan ilmumu. Dan nanti setelah mendapatkan tempat yang sesuai, kamu harus prihatin dalam membagi waktumu dengan keluargamu. Hidup harus mau prihatin."

HEBAT.... Allahu Akbar.... (by. M.A.P)

Rabu, 10 Februari 2010

Menunggu....


Mata ini sebenarnya sudah mengantuk. Namun saya masih ingin melanjutkan petualangan saya di dunia maya. Ada keinginan nonton tv, "iseng ah, cari-cari tv online", kata saya dalam hati. Saya akui memang ada perasaan atau sensasi yang luar biasa saat memnonton tv online. Saya menikmatinya sejenak. Tapi karena headsetnya tidak berfungsi dengan baik akhirnya saya merasa bosan juga.
"Kayaknya coba-coba cari cctv online, kalau bisa nemu bagus nih", kata saya lagi dalam hati. Akhirnya saya menemukannya juga. Ada pemandangan dari sebelah kantor pos besar, di jalan daerah malioboro, ah benar-benar membuat saya kangen dengan jogja.
"
Coba liat solo aja", lanjut saya. Sekilas pemandangan di tirtonadi tampak disana. Saya pindahkan cursor saya pada cctv gladak, kemudian beberapa daerah lain di solo namun tak ada satupun yang dapat dibuka. Pada akhirnya kesal juga saya dibuatnya, tapi tak apa lah.
"Yah, buat blog kayaknya bagus", pikir saya. Kayaknya iseng-iseng yang menyenangkan, itung-itung belajar menulis. Ya memang gak ada yang menarik dari tulisan saya ini. Ini hanya celoteh saja dari seseorang dikala mengantuk. Omongan biasa saja dari seseorang yang menunggu. Dan itulah yang saya lakukan. HANYA MENUNGGU....
(by: M.A.P)

Selasa, 23 Juni 2009

Bekerja Keraslah! (oleh: Ustadz Samson Rahman)

Ya, Islam itu agama aksi, agama kerja. Agama gerak. Agama yang menekankan aktivitas dan mencegah pasivitas. Agama Islam adalah agama yang mendorong pemeluknya untuk senantiasa bergerak dan senantiasa bergerak.
Saya teringat perkataan Ismail Raji Al-Faruqi, muslim Palestina yang dibunuh oleh orang Yahudi di Amerika, yang mengatakan ,”Islam is a religion of Action” Islam adalah agama aksi. Kata-kata ini sering kali menghentak saya tatkala muncul dalam diri saya sebuah kemalasan, kejenuhan dan kepasifan. Kata-kata ini sering memecut saya untuk bekerja sekuat tenaga agar bisa memenuhi tugas kehambaan, kekhalifahan dan keumatan saya.

Ya, Islam itu agama aksi, agama kerja. Agama gerak. Agama yang menekankan aktivitas dan mencegah pasivitas. Agama Islam adalah agama yang mendorong pemeluknya untuk senantiasa bergerak dan senantiasa bergerak. Beraksi dan senantiasa beraksi.

Rasulullah sering mengulang-ulang sabdanya yang mengatakan bahwa “tangan yang di atas jauh lebih baik dari tangan yang di bawah” sebuah perlambang yang menandakan bahwa orang-orang yang memberikan hartanya pada orang yang membutuhkan jauh lebih baik daripada orang yang menerima pemberian itu. Tentu saja harta yang diberikan itu berasal dari tangan yang bekerja dan otak yang aktif beraksi..

Rasulullah menunjukkan apresiasinya yang sangat tinggi pada kerja keras ini dalam berbagai kesempatan. Beliau pernah mengatakan, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Thabrani : Seandainya seseorang mencari kayu bakar dan dipikul di atas punggungnya, hal itu lebih baik daripada ia meminta-memita kepada seseorang yang kadang diberi dan kadang ditolak.

Apa yang terkandung dalam sabda Rasulullah tadi adalah bahwa sebaik-baik manusia adalah seseorang yang memeras keringatnya dan menguras tenaganya demi menjaga harga dirinya, demi menyelamatkan mukanya di depan manusia agar dia tidak meminta-minta yang berarti telah menjual dirinya. Menjual harkat dan martabatnya di depan manusia dan dia akan kehilangan muka di hadapan Allah karena telah dijual di dunia. Rasulullah mendorong dan menginginkan agar umat ini menjadi umat pekerja, umat mandiri, umat yang tidak menggantungkan diri pada orang lain, lain dan bangsa lain. Umat yang mampu berdiri di atas kreasinya sendiri, di atas kemampuannya sendiri. Melalui kucuran keringat dan gejolak semangat.

Sabda Rasulullah berikut ini memperkuat penegasan bahwa Islam adalah agama yang sangat menghargai kerja keras : Bila seorang muslim menaburkan benih atau menanam tananam lalu ada burung atau manusia atau binatang yang memakan sebagian darinya niscaya hal itu akan dinilai sebagai sedekah (HR. Bukhari).

Kembali Rasulullah menekankan bahwa tangan seorang muslim adalah tangan kreatif, tangan produktif yang senantiasa menghasilkan sesuatu untuk bisa dinikmati oleh manusia, binatang dan makhluk lainnya. Seorang muslim diidealkan menjadi orang yang mengalirkan “hidup” bagi siapa yang membutuhkan, yang memberikan cahaya kehidupan bagi mereka yang tersendat
kesulitan. Seorang muslim diharapkan menjadi sosok yang mampu menghidupan gairah kehidupan seseorang, yang mampu menjadikan hidup lebih hidup dan bergairah, lebih semangat dan bermakna, lebih aktif dan sumringah.

Kamus seorang muslim telah kehilangan kosa kata “leha-leha” karena memang telah dengan sengaja dia hapus dari dalamnya. Ensiklopedi seorang muslim tidak memiliki kosa kata pengangguran karena memang ia tidak lagi dibutuhkan.

Seorang muslim menyadari sepenuhnya bahwa dirinya akan bermakna, berharga dan bermartabat jika dari dirinya mengalir karya-karya, jika dari otaknya mengalir ide-ide. Dia tidak akan pernah merasa nyaman untuk menjadi manusia lemah, manusia loyo. Sebab sikap lemah dan loyo tidak selevel dengan identitas keislamannya. Dia tidak pernah membiarkan waktunya lewat dengan leha-leha. Sebab leha-leha dan bermalas-malas, puas dengan kebodohan, rela dengan kehinaan, tidak bangkit untuk mencapai
nilai-nilai mulia, semua adalah bibit-bibit ganas penghancur semangat, kehinaan jiwa, kebekuan emosi. Ini merupakan hubungan nasab yang bergabung dengan bibit lainnya yang masih sesusuan menyia-nyiakan waktu, berpencar-pencarnya semua semangat dan bercerai-cerainya perhatian.

Seorang mukmin akan senantiasa mengisi detik-detiknya, menit-menit dan jam-jamnya dengan kerja-kerja yang bermanfaat, dengan amal-amal saleh yang menembus gelap. Dia sadar bahwa kerjalah yang mengantarkan umat Islam mampu mencapai kemuliaan. Kerjalah yang mengantarkan umat Islam mampu membangun peradaban, kerjalah yang membuat umat Islam mampu melahirkan para pahlawan, kerjalah yang membuat umat Islam mampu melahirkan para ilmuwan. Sejarah keemasan bangsa-bangsa manapun pasti dibarengi dengan anak-anaknya yang suka bekerja. Mereka membangun martabat, bangsa, budaya, peradaban dan kemanusiannya dengan kerja keras, banting tulang dan putar otak.

Kita dapatkan sebuah perintah tegas Allah dalam Al-Quran agar Rasulullah memerintahkan umatnya untuk bekerja keras karena kerja-kerja mereka akan dilihat oleh Allah dan akan dilihat oleh Rasulullah dan kaum mukminin :

Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan" (At-Taubah : 105).

Tak ada pilihan lain bagi kita agar kita agar bisa eksis dan dihormati oleh bangsa-bangsa lainnya kecuali dengan menggenjot spirit kerja keras kita pada titik optimum dan maksimal. Tidak ada pilihan lain bagi kita selain memaksimalkan semangat kita untuk memberikan kontribusi sekecil apapun yang bisa kita lakukan demi umat manusia. Kontribusi kita adalah benih yang suatu hari bisa dipetik hasilnya, meskipun bukan oleh tangan kita.

Mainkan seluruh potensi kita, up grade energi semangat melayani, dan tampakkan pada dunia bahwa Islam dan kaum muslimin adalah manusia kerja yang mengharapkan ridha Tuhannya. Lalu katakan : Labora ergo sum (aku bekerja maka aku ada).